Konsel, Britakita.net
Aksi yang dilakukan oleh oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendapatkan kritikan dari tim penasehat hukum (PH) Supriyani, Ander Dermawan. Pasalnya, KPAI dinilai tidak netral seakan berpihak kepada anak polisi saja. Padahal kasus tersebut telah lama bergulir, tetapi setelah di soroti pihak KPAI baru mau bertindak.
“Gini lo. Ini perkarakan sudah terjadi sejak 26 April perkara tentang anak. Seharunya mereka sudah mulai hadir dari awal,” ujar Andre di PN Andolo kepada media ini.
Bahkan dia juga sempat mengkritik KAPAI hanya mendatangi pihak terduga korban. Padahal Supriyani juga mempunyai anak.
“Kami juga kemarin sempat kritik kenapa mereka hanya datang ke rumah terduga korban (Anak Polisi). Kenpa tidak ke anaknya juga ibu Supriyani. Nanti kita sudah kritik baru mereka datang,” tutupnya Lawyer Guru Honorer itu.
Sebelumnya diberitakan, KPAI mengunjungi siswa yang diduga korban penganiayaan dari Supriyani, guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) beberpa waktu lalu.
Komisioner KPAI Ai Maryati Solehah mengatakan bahwa dalam perkara tersebut yang menjadi korban adalah anak kelas 1 SD berinisial D (8), yang beralamat di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konsel.
“Kunjungan kerja ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kondisi anak dalam hal ini sebagai korban, terkait dengan kondisi psikologis sebagai dampak dari kasus yang sedang dialami,” kata Ai Maryati.
Dia menyebutkan bahwa dalam kunjungan itu juga dilakukan untuk mengawal pemenuhan hak anak. Sebab, meskipun proses hukum saat ini terus bergulir, namun hak-hak anak juga harus tetap menjadi prioritas.
“Hal tersebut sebagai upaya menyikapi keadaan, serta memperkuat sistem perlindungan anak,” ujarnya.
Maryati mengungkapkan bahwa dalam kasus guru honorer Supriyani itu, KPAI langsung merespon dengan melakukan profiling terhadap anak yang menjadi korban dalam perkara tersebut.
“Kami ingin mengetahui kronologis yang sebenarnya, dari versi kedua orang tua anak. Serta, memastikan penanganan perkara utama terkait hak-hak terhadap anak, hak pendidikan dan hak bersosialisasi (bermain),” sebut Maryati.
Ia juga berpesan agar dalam perkara tersebut tetap dikawal agar tidak ada diskriminasi terhadap korban.