Wakatobi.Britakita.net
Komisi Nasional Kekerasan Terhadap Perempuan melayangkan surat teguran kepada Bupati Wakatobi Haliana terkait nikah siri pegawai lingkup Pemda Wakatobi.
Komnas Perempuan menyurati Bupati Wakatobi Haliana untuk menegur sekaligus meminta klarifikasi, karena hingga saat ini belum memberikan sanksi terhadap lurah Patipelong, Safiun.
Pasalnya, kepala kelurahan Patipelong di Kecamatan Tomia Timur ini diberi jabatan tersebut disaat oknum yang bersangkutan masih menjadi terlapor karena telah melakukan nikah siri.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua Subkom Pemantauan, Dewi Kanti tertanggal 22 Agustus, Komnas Perempuan menyebutkan Korban atas nama Nurhayati telah menjadi korban kekerasan yang dilakukan suaminya sendiri.
Disebutkan, KDRT dalam kasus ini menapakan perwujudan ketimpangan hubungan kekuasaan, yang menempatkan korban sebagai istri dalam posisi subordinasi di hadapan suami.
“Ketimpangan relasi terebut terletak pada tindakan suami melakukan kekerasan psikis yang menyakiti dan membahayakan fisik dan mental korban dengan melakukan perkawinan siri tanpa seizin dan sepengetahuan korban,” jelas Dewi.
Dari aduan yang terima Komnas Perempuan, tercatat sudah berbagai upaya dilakukan Nurhayati untuk mengadukan perbuatan buruk suaminya yang kini menjabat sebagai lurah itu.
Upaya yang telah dilakukan, diantaranya mengajukan permobonan talak ke Pengadilan Agama Wakatobi, melaporkannya ke beberapa instansi untuk mendapatkan keadilan hingga mengadu ke bupati Wakatobi.
Anehnya, laporan tersebut tidak ditanggapi Bupati Wakatobi selaku Pembina Kepegawaian. Hingga pada 22 Febraari 2022, KASN mengirimkan Surat Rekomendasi dengan Nomor: B.709/KASN 02/2022 kepada Bupati Wakatobi.
Surat tersebut berisi permintaan penjelasan terhadap pelantikan pelaku menjadi Lurah Patipelong, sedangkan pelaku sedang dalam proses pemeriksaan atas dugaan tindakan perzinahan yang dilakukan melalui nikah siri dan permintaan penjelasan kasus hukum yang bersangkutan.
Komnas Perempuan menilai, sebagai istri, Nurhayati telah menjadi korban atas kejahatan terhadap asal usul dan perkawinan yang dilakukan suaminya Safiun sebagaimana diatur dalam Pasal 279 KUHP.
Dewi Kanti menerangkan, segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi mausia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus.
Ia melanjutkan, berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah (Permen) nomor 10 tahun 1983 yang telah diubah dengan Permen nomor 45 tahun 1990 izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Di dalamnya menyebutkan bahwa perlu ada alasan dan dasar yang kuat terkait pengajuan permohonan cerai yang dilakukan, sehingga terhadap hal tersebut juga wajib di dapatkan keterangan dari pasangan yang akan diceraikan.
Pejabat berwenang, dalam hal ini adalah atasan pelaku yang menerima surat permohonan tersebut wajib melakukan mediasi antara keduanya terlebih dahulu sebelum memberikan izin bercerai.
“Serta perlu adanya peninjauan kembali pengangkatan pelaku (Safiun sebagai lurah Patipelong) padahal saat itu pelaku sedang menjalani pemeriksaan perzinahan dengan nikah siri yang telah dikonfimasi oleh Komisi ASN,” papar Dewi.
Komnas Perempuan mendesak Bupati Wakatobi segera mengklarifikasi terkait prosedur administrasi yang terjadi dalam proses pengajuan permohonan izin perceraian pelaku Safiun yang dikeluarkan Kelurahan Patipekong berdasarkan Surat nomor 472.23/206111 2022.
“Dan informasi terkait tidak adanya tanggapan dari Bupati Wakatobi atas surat rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara,” tegas Dewi.
Laporan Samidin