Pantai Eksotis Desa Namu, Pasir Putih dan Birunya Pantai Manjakan Mata Wisatawan

waktu baca 4 menit
Kamis, 30 Jan 2025 08:54 0 935 redaksi

Konsel, Britakita.net

Sabtu pagi 18 Januari 2025 Mentari baru saja beranjak dari ufuk timur, menyinari permukaan laut yang tenang di Desa Wisata Namu. Ombak kecil menjilati pasir putih, menyapu jejak-jejak kaki wisatawan yang berjalan di atas pasir timbul sebuah fenomena alam yang membuat desa kecil di Kecamatan Laonti, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara ini semakin dikenal. Sejak beberapa tahun terakhir, Namu menjadi magnet baru bagi pelancong yang mencari ketenangan di tengah lanskap eksotis.

Dari kejauhan, perahu nelayan terlihat melintas perlahan, membawa hasil tangkapan segar dari laut. Beberapa wisatawan duduk di tepi pantai, menikmati semilir angin yang membawa aroma laut, sementara yang lain sibuk mengabadikan pemandangan dengan kamera mereka. Suasana pagi yang syahdu, berpadu dengan riuh canda pengunjung yang terpukau oleh keindahan Namu.

Desa Wisata Namu tidak hanya mengandalkan kecantikan alamnya. Pemerintah setempat dan masyarakat bahu-membahu menata kawasan ini agar semakin nyaman bagi wisatawan. Di sepanjang bibir pantai, taman-taman kecil dibangun, mempercantik lanskap alami yang sudah memesona.

Pantai Eksotis Desa Namu, Pasir Putih dan Birunya Pantai Manjakan Mata Wisatawan

Namun, perjalanan menuju surga tersembunyi ini bukan tanpa tantangan. Dari Kota Kendari, pengunjung harus menempuh perjalanan darat sekitar 100 kilometer. Waktu tempuh berkisar 2 jam jika menggunakan sepeda motor, dan sekitar 2,5 jam dengan mobil. Jalur yang dilalui cukup menantang—jalanan berkelok, melewati hutan dan perbukitan yang menawarkan pemandangan hijau yang menyegarkan mata.

Sayangnya, infrastruktur belum sepenuhnya mendukung. Jalanan aspal hanya sampai Desa Langgapulu, Kecamatan Kolono Timur. Setelah itu, medan berubah menjadi jalan berbatu dan berdebu saat musim kemarau, serta licin berlumpur ketika hujan turun. Bagi sebagian orang, kondisi ini bisa jadi kendala. Namun bagi mereka yang gemar berpetualang, perjalanan ini justru menambah kesan tersendiri.

Saat memasuki kawasan Desa Wisata Namu, pengunjung akan disambut oleh portal bertuliskan selamat datang. Setelahnya, rumah-rumah semi permanen milik warga berjajar rapi di sepanjang pesisir, dikelilingi pohon kelapa yang melambai-lambai tertiup angin.

Bagi mereka yang membawa kendaraan pribadi, pengelola wisata siap membantu mengarahkan tempat parkir yang telah disediakan. Tiket masuk ke kawasan ini dibanderol Rp50.000 untuk kendaraan roda empat dan Rp15.000 untuk roda dua. Wisatawan yang datang melalui jalur laut juga dikenakan biaya penyeberangan sebelum mengisi buku tamu di pos masuk.

Namun, petualangan belum selesai. Untuk mencapai titik utama Teluk Wisata Namu, pengunjung harus berjalan kaki sekitar 150 meter. Rasa lelah selama perjalanan akan terbayarkan saat sampai di tujuan. Air laut yang jernih berkilauan di bawah sinar matahari, pasir putih terbentang luas, sementara homestay berjejer rapi di antara pepohonan kelapa.

Di saat air laut surut, Namu menunjukkan pesona lainnya. Pasir putih muncul di tengah-tengah teluk, menciptakan pemandangan eksotis yang jarang ditemukan di tempat lain. Momen ini sering dimanfaatkan wisatawan untuk berburu biota laut kepiting, ikan kecil, hingga gurita yang berenang bebas di perairan dangkal.

Tak hanya itu, bagi pecinta snorkeling, perairan Namu menyimpan keindahan bawah laut yang masih alami. Terumbu karang yang terjaga dengan baik menjadi rumah bagi berbagai spesies ikan dan biota laut lainnya. Sebuah surga tersembunyi yang siap memanjakan mata.

Bagi yang ingin bermalam, Desa Wisata Namu menyediakan homestay dengan tarif Rp200.000 per malam, termasuk sarapan pagi. Setiap penginapan memiliki dua kamar, cukup untuk keluarga kecil atau rombongan wisatawan. Selain itu, tersedia mushola, balai desa, dan beberapa warung makan yang menjual makanan laut segar.

Meski menawarkan keindahan luar biasa, ada beberapa catatan dari wisatawan terkait pengelolaan biaya masuk. Beberapa pengunjung mengeluhkan tarif yang dinilai cukup tinggi, serta tambahan biaya Rp10.000 bagi mereka yang ingin mendirikan tenda.

“Perlu ada transparansi dalam pengelolaan biaya ini agar wisatawan merasa lebih nyaman,” kata Febriansyah, salah satu wisatawan yang datang bersama rombongannya.

Namun, persoalan ini tampaknya tak menyurutkan minat orang untuk datang. Dengan promosi masif melalui media sosial, Namu semakin dikenal luas. “Awalnya saya hanya melihat foto-foto di Instagram, tapi ternyata aslinya jauh lebih indah,” ujar Arsan, wisatawan asal Kendari.

Wisata Namu mungkin bukan destinasi wisata yang mudah dijangkau, tetapi justru itulah daya tariknya. Keindahan alam yang masih alami, keramahan masyarakat, serta suasana yang jauh dari hiruk-pikuk kota membuatnya begitu istimewa.

Meski akses menuju desa ini masih menjadi tantangan, setiap perjalanan yang ditempuh seolah terbayar lunas saat kaki menginjak pasir putihnya. Dengan segala pesonanya, Namu layak disebut sebagai surga tersembunyi di pesisir Konawe Selatan. Destinasi yang bukan hanya menawarkan keindahan, tetapi juga kisah perjalanan yang akan selalu dikenang.

“Progres kedepannya untuk destinasi wisata namu pemerintah desa akan terus membangun ekosistem pariwisata bersama pemerintah daerah, pusat dan semua pihak termasuk komunitas dalam meningkatkan fasilitas dan promosi serta pelayanan yanh prima kepada wisatawan,” ujar Kepala Desa Namu, Nikson kepada media ini.

Ia berharap Namu tak sekadar menjadi tempat singgah, tetapi juga destinasi yang dikenang. Selain itu dengan adanya wisata ini dapat mendorong perekonomian dari semua segmen.

“Dengan adanya destinasi wisata akses jalan Langgapulu-Namu yang masih dikategorikn extrim bisa mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah atau pusat untuk segera di aspal, serta bisa di bantu untuk meningkatkan fasilitas wisata yg masih sangat terbatas,” harapnya.

Penulis : Rizal
Editor : Red

LAINNYA
error: Content is protected !!